Biru desember

 Biru desember

Aku, salah satu dari milyaran manusia di muka bumi ini yang sering sekali mengeluh perihal penerimaan tentang perihal kecewa atas apa yang telah terjadi. Entah itu kisah hidup, asmara, financial, pekerjaan maupun keluarga. Aku ingin sekali terlihat baik-baik saja, walaupun harus berbohong kepada mereka. Setelah aku pikir, hidup ini bukan ajang perlombaan. Hidup ini hanya berisikan kepalsuan, mereka yang pamer barang mewah, bisa duduk di coffeshop, selfie di cermin, outfit yang keren hanyalah sebuah validasi. Tanpa kita tahu, sudah sebabak-belur apa mereka berjuang untuk memberi makan ego nya. Aku tidak menghakimi. Mungkin ada banyak orang yang mencemooh tentang pendapat aku yang agak sedikit sok tahu itu. Tanpa terkendali, sesekali aku ingin merasakan itu semua, bahkan ingin melebihi mereka. Ya, itu sudah menjadi sifat manusia yang selalu ingin lebih ketika sudah di beri cukup. Hingga pada saat keinginan itu tidak tercapai akan melakukan segala cara untuk mendapatkan hal tersebut. Tapi sebenarnya kita boleh-boleh saja membeli barang yang kita inginkan, asalkan isi dompet kita mengiyakan, seperti itu bukan?


Tanpa ada yang sengaja kita lupakan. Berapa bulan telah kita lewati? Ini sudah bulan ke-12 dari 365 hari. 11 bulan sudah kita terjang di atas tanah yang kini banyak sekali tanaman beton. Berapa kali kita bangun di pagi hari untuk segera bergegas melakukan rutinitas. Entah itu bekerja, kuliah, bercocok tanam, membuka warung, memakan gorengan sembari minum kopi, harapan keluarga, tanggung jawab seorang ayah, ataupun menjadi ibu rumah tangga yang patuh terhadap suami. 

Ahhh, aku sampai lupa ternyata aku ini masih remaja. Aku masih sendirian meraba-raba jalan. Pada satu titik aku merasa capek, tapi aku juga merasa capek itu bisa menguatkan juga, karena kita tidak tahu di depan pasti akan lebih berat, dan kita masih sendirian. Ingin sekali pulang ke rumah yang sejatinya kita di besarkan, namun apa daya jika kini rumah itu bukan sebenar-benarnya tempat pulang. Rumah itu menjadi asing ketika tak ada lagi tempat untuk bercerita dan mengadu tentang sepayah apa kita di hadapan realita. Aku kerap sekali merasa takut dengan masalah yang akan aku hadapi selanjutnya, tanpa teringat di benak pikiran juga ternyata aku berpikir begitu di halaman dan bab-bab sebelumnya. Sekarang aku ingat, dulu aku merasakan seperti itu hingga sampai di titik sekarang aku sampai lupa ternyata semua masalah telah terselesaikan dengan sendirinya. 


Sebentar, sebenarnya aku bukan ingin mengajak kalian mengadu nasib, hehe. Aku cuman pengin bilang; "selamat" kepada diri sendiri. Selamat telah melewati fase-fase yang nggak mudah ini. Tak terasa ya, sudah di penghujung tahun dan sepertinya isi kepala ini hampir meledak. Boom!!!!! Gak nyangka bisa survive di usia yang rawan sekali masuk rumah sakit jiwa, haha. Becanda. Aku hanya sedang menghibur diri sendiri saja. Sekarang serius ni, baca ya, jangan iya-iya aja.


"Aku hebat, meskipun tahun ini aku bertemu dengan versi yang paling rusak tapi juga yang paling kuat."

"Aku cengeng, meskipun segala persoalan-persoalan hidup satu per satu telah terselesaikan."

"Sebenarnya aku sama sekali tidak suka dengan fase "people come and go" tapi, fase itu akan tetap kita lewati sebagai tanda bahwa setiap manusia pasti berubah setiap waktunya, kita akan menjalani hidup dengan pilihan kita sendiri apapun itu resikonya. Salah satunya ya, harus rela dan ikhlas perihal datang dan pergi di kehidupan orang lain."

"Terimakasih isi perut yang sudah mau di ajak kompromi, sudah mau di ajak makan makan di warteg setiap hari yang lauknya itu-itu saja."

"Terimakasih diri sendiri sudah mau menerima mimpi yang tak sempat di miliki,  dan harapan yang tak sempat menjadi kenyataan. Terimakasih sudah mau di ajak berjuang sampai detik ini, terimakasih sudah menerima aku yang sering memaksa untuk kuat menghadapi hari-hari."


Satu hal yang harus kita pahami. Masih banyak orang-orang yang sedang berjuang mati-matian melawan kerasnya hidup selain diri kita sendiri. Maka, tak apa jika kita menjadi biasa-biasa saja. Walaupun menjadi pemeran pengganti ataupun karakter fiksi. Kita tidak perlu menjadi peran utama di dunia yang isinya milyaran manusia ini. Dunia berputar bukan cuman untuk kita sendiri, jangan egois jika semesta tidak berpihak kepada kita. Kadang, semesta ingin sekali melihat kita menerima takdirnya yang sudah ia tuliskan di sana. Jangan lupa ya, tugas kita sebagai manusia itu seperti apa? Jangan terlalu fokus kepada hal yang tidak bisa kita kendalikan sendirian. Tapi fokus kepada hal yang kita bisa kendalikan sendiri. Jangan terlalu ikut campur sama urusan Tuhan, tugas kita cuman berdo'a, berjuang lalu berserah kepadanya. Walaupun aku salah satu manusia yang sering sekali ikut campur mengurusi hal yang sebenarnya bukan yang bisa aku kendalikan sendirian.


"Selamat berdo'a untuk tahun berikutnya. Semoga harapan dan mimpi itu segera terwujudkan. Meskipun nanti tidak seperti apa yang kita mimpikan dan harapkan, percayalah, tuhan sudah menggantinya dengan hal yang benar-benar terbaik untuk kita. Ia lebih tahu apa yang kita butuhkan. Jangan egois ya, manusia bukan cuman kita."


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pukul 11 malam

Pukul sepuluh malam